.

Kasus Pencucian Uang: Antara Singapura 33 T dan Indonesia 349 T


Oleh: Agusto Sulistio, Pegiat Sosmed

OPINI-Dalam kasus dugaan Tindakan Pidana Pencucian Uang (TPPU) senilai 349 Triliun yang diungkap oleh Satgas TPPU (Menkeu, KPK, Kejaksaan, Polri, dll) Menkopolhukam Mahfud MD mencatat dua nama pejabat Kementerian Keuangan, Heru Pambudi dan Sumiyati, terkait transaksi senilai Rp 189 Triliun yang merupakan bagian dari rangkaian TPPU 349 T, pada impor emas batangan tahun 2017. Menariknya, mantan Dirjen Bea Cukai, Heru Pambudi, kemudian menjadi Sekjen Menteri Keuangan, sehingga pertanyaannya menjadi semakin kompleks.

Mahfud MD menjelaskan bahwa laporan PPATK terkait dugaan TPPU ini diterima oleh Heru Pambudi saat menjabat sebagai Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kemenkeu. Namun, Heru Pambudi mengklarifikasi bahwa laporan tersebut berkaitan dengan penyelidikan DJBC terhadap tindak pidana kepabeanan pada awal 2016 dan pihaknya telah melakukan tindak lanjut setelah menerima laporan pada 2017.

Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara memberikan penjelasan bahwa temuan senilai Rp 189 Triliun tersebut berasal dari tindakan pencegahan ekspor emas yang dilakukan DJBC pada Januari 2016. Proses penyelidikan dan peradilan kemudian berjalan dari 2017 hingga 2019, di mana Bea Cukai (BC) awalnya kalah, tetapi kemudian memenangkan kasasi. Pada peninjauan kembali (PK) tahun 2019, BC kembali kalah, dan pengadilan memutuskan tidak terbukti tindak pidana kepabeanan.

Hal lain yang menarik dalam kasus TPPU 349 T tersebut, menurut ekonom Nasional Alm. Dr. Rizal Ramli adalah Satgas TPPU melibatkan Menkeu sebagai objek pemeriksaan kasus pencucian uang 349 T. Tentu pendapat logis ini semakin menjadi sorotan yang harus terus diteliti dan dibongkar secara transparan.

Tulisan di atas menyoroti kelemahan sistem hukum Indonesia yang memungkinkan sebuah keputusan pengadilan, serta kekuatan politik diduga bisa menghentikan penyelidikan terhadap dugaan pencucian uang sebesar Rp 349 Triliun. Dalam konteks ini, mempertanyakan peran KPK sebagai lembaga independen dan lembaga negarra terkait yang harus memastikan kelanjutan penyelidikan atas dugaan TPPU menjadi penting, terlepas dari keputusan pengadilan yang tidak menemukan tindak pidana kepabeanan.

Sulitnya Mencari Kepastian Hukum

Apakah ini mengisyaratkan bahwa tidak ada tempat yang benar-benar aman dari virus korupsi, bahkan di tengah kemegahan pusat keuangan dunia seperti Singapura? Pertanyaan tersebut mencuat ketika kita melihat Singapura, yang dikenal aman dan baik dalam menyimpan serta mengelola keuangan yang baik, juga terguncang oleh skandal pencucian uang senilai Rp33 triliun yang melibatkan sepuluh warga negara China. 

Singapura, yang dikenal sebagai "Swiss-nya Asia," pun terkena kasus keuangan, ibarat pepatah "sepandainya tupai melompat pun jatuh juga."

Skandal pencucian uang Singapura senilai Rp33 triliun yang melibatkan sepuluh warga negara China. Skandal ini mengungkap fakta mengejutkan bahwa korupsi tidak mengenal batas, bahkan di negara Singapura yang memiliki reputasi ketertiban keuangan yang baik.

Dari berbagai sumber media internasional skandal ini terkuak ketika pengadilan Singapura mulai menjatuhkan vonis atas sepuluh tersangka. Kasusnya mencakup praktek pencucian uang senilai US$2,2 miliar yang berasal dari kegiatan kriminal di luar negeri. Dalam penggerebekan besar-besaran, polisi menyita aset senilai miliaran dolar, termasuk properti, kendaraan mewah, perhiasan, dan botol minuman beralkohol.

Awal bulan April 2024, dua dari sepuluh tersangka, Su Wenqiang dan Su Haijin, dijatuhi hukuman penjara lebih dari setahun. Mereka dijadwalkan untuk dideportasi dan dilarang kembali ke Singapura setelah menjalani hukuman. Sementara itu, delapan tersangka lainnya masih menunggu keputusan pengadilan.

Kasus ini memunculkan pertanyaan tentang bagaimana para tersangka beberapa di antaranya memiliki paspor dari negara-negara lain (paspor daru Kamboja, Vanuatu, Siprus, dan Dominika) dapat melakukan aktivitas perbankan di Singapura tanpa terdeteksi selama bertahun-tahun. Insiden ini mendorong peninjauan kembali kebijakan, khususnya dalam pengawasan terhadap klien dengan banyak paspor oleh bank-bank Singapura.

Dinamika Sistem Keuangan Singapura

Singapura telah menjadi magnet bagi bisnis asing berkat hukum yang ramah investor dan insentif pajak. Fasilitas keuangan canggih, seperti Le Freeport, serta kebijakan perbankan yang menarik telah membuatnya menjadi pusat keuangan utama di Asia. Namun, hal ini juga menimbulkan kontradiksi karena negara ini ingin mempertahankan reputasinya sebagai tempat dengan tata kelola keuangan yang bersih sambil menawarkan insentif pajak rendah.

Meskipun Singapura memiliki aturan ketat yang menargetkan kejahatan keuangan, seperti yang dipegang oleh Gugus Tugas Tindakan Keuangan  (FATF), sulit bagi regulator untuk menemukan kasus pencucian uang di tengah lautan transaksi bernilai tinggi. Praktik korupsi yang melibatkan pasar properti dan bisnis lainnya juga menambah kompleksitas dalam upaya pencegahan.

Meskipun peningkatan regulasi bisa membantu, tantangan terbesar mungkin terletak pada pertanyaan tentang seberapa jauh Singapura bersedia menerima "uang dengan berbagai nuansa abu-abu." Konflik antara transparansi dan kebijaksanaan keuangan yang memungkinkan pusat pengelolaan kekayaan untuk berkembang menjadi sorotan. Meski demikian, sebagai harga untuk mempertahankan posisinya sebagai pusat keuangan utama, Singapura mungkin harus bersedia membayar biaya tersebut.

Skandal ini menegaskan bahwa untuk mempertahankan reputasinya sebagai pusat keuangan yang bersih dan berintegritas, Singapura harus terus meningkatkan upaya pencegahan korupsi dan pencucian uang, dengan menjaga keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan kepatuhan terhadap standar keuangan global. Begitu pula Indonesia, yang memiliki tingkat kasus korupsi yang tinggi, sangat perlu fokus dalam menjaga integritas sistem hukum dan kepastian lembaga terkait seperti KPK agar terus memproses kasus-kasus korupsi tanpa adanya intervensi politik dan kekuatan kekuasaan.

 

TERKINI$type=three$va=0$count=9$cate=0$snippet=hide$rm=0$comment=0$date=1$author=0

Nama

EKBIS,3354,ENGLISH,1368,FEED,35129,FOKUS,4390,GLOBAL,9059,HIBURAN,1958,HUKUM,3420,IPTEK,3813,NASIONAL,13494,OLAHRAGA,2089,OPINI,1269,POLITIK,3551,PROMOTE,4,RAGAM,9483,RELIGI,688,Z,30226,
ltr
item
Konfrontasi: Kasus Pencucian Uang: Antara Singapura 33 T dan Indonesia 349 T
Kasus Pencucian Uang: Antara Singapura 33 T dan Indonesia 349 T
https://lh3.googleusercontent.com/-RNIWJshLWes/Zh3iwo9hRYI/AAAAAAABTGM/BV0eycT0k1Qu5pflxSS2MAjrFniGYvUhgCNcBGAsYHQ/s1600/IMG_ORG_1713234516512.jpeg
https://lh3.googleusercontent.com/-RNIWJshLWes/Zh3iwo9hRYI/AAAAAAABTGM/BV0eycT0k1Qu5pflxSS2MAjrFniGYvUhgCNcBGAsYHQ/s72-c/IMG_ORG_1713234516512.jpeg
Konfrontasi
https://www.konfrontasi.com/2024/04/kasus-pencucian-uang-antara-singapura.html
https://www.konfrontasi.com/
https://www.konfrontasi.com/
https://www.konfrontasi.com/2024/04/kasus-pencucian-uang-antara-singapura.html
true
7622946317735281371
UTF-8
Loaded All Posts Not found any posts VIEW ALL Readmore Reply Cancel reply Delete By HOME PAGES POSTS View All RECOMMENDED FOR YOU LABEL ARCHIVE SEARCH ALL POSTS Not found any post match with your request Back Home Sunday Monday Tuesday Wednesday Thursday Friday Saturday Sun Mon Tue Wed Thu Fri Sat January February March April May June July August September October November December Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec just now 1 minute ago $$1$$ minutes ago 1 hour ago $$1$$ hours ago Yesterday $$1$$ days ago $$1$$ weeks ago more than 5 weeks ago Followers Follow THIS CONTENT IS PREMIUM Please share to unlock Copy All Code Select All Code All codes were copied to your clipboard Can not copy the codes / texts, please press [CTRL]+[C] (or CMD+C with Mac) to copy