Universitas Paramadina: Kampus Peradaban yang Diminati Para Artis, Kaum Pelajar dan Anak Muda

 

KONFRONTASI- Belakangan ini, nama Universitas Paramadina yang sahaja, didirikan intelektual Muslim terkemuka Prof DR Nurcholish Madjid PhD (mantan Ketua Umum PB-HMI, alumnus Pesantren Pondok Gontor Ponorogo, IAIN Jakarta dan Universitas Chicago, AS),   sedang menjadi pemberitaan media. Apalagi setelah terpilihnya Gubernur baru DKI Jakarta, Anies Baswedan PhD, yang kemudian jadi Capres 2024 namun kalah. Kenapa demikian? Pasalnya, Anies Baswedan adalah mantan rektor perguruan tinggi perjuangan yang terletak di jalan Gatot Subroto, Pancoran, Jakarta dengan lebih dari  5000 mahasiswa tersebut. https://paramadina.ac.id/

Cak Nur (Nurcholish Madjid) adalah salah satu eksponen dari generasi “santri baru” yang lahir di akhir dekade 1960-an. Generasi ini, sebagaimana disebut M. Deden Ridwan dalam Neo Modernisme Islam (2002), tercirikan oleh komitmen mereka pada dakwah Islam secara kultural. 

Mereka mengambil jarak dari generasi “santri lama” yang menekankan perjuangan melalui partai politik dan ideologi. Gagasan-gagasan keislaman generasi santri baru ini bertitik kisar pada semangat kemodernan dan lebih cair. Tidak seperti para pendahulu mereka yang mengelompok pada partai-partai, para santri baru datang tanpa membawa ambisi politik dan berusaha masuk ke serbaneka golongan.

Gerak mereka terutama berkisar di ranah intelektual dan kebudayaan. “Sebuah Islam yang terdistribusikan secara bebas ke pelbagai kelompok sosial-politik di Indonesia, dengan atau tanpa bendera Islam. Atau seperti ucapan Nurcholish Madjid sendiri, yaitu sebuah Islam yang bukan cuma milik golongan tertentu. Dan inilah mungkin inti slogan yang pernah dilontarkan Nurcholish di 1970-an:'' Islam Yes, partai Islam No,” tulis Deden (hlm. 10).

''''Dengan manajemen yang solid dan profesional, civitas akademika yang capable dan berdedikasi tinggi yang didominasi oleh para tokoh muda; saya yakin, di masa mendatang Universitas Paramadina akan mampu mewujudkan impiannya menjadi “a World Class University”, kata Ketua Yayasan Paramadina Hendra Martowardoyo MBA.

KH Achmad Siddiq, Rais Aam PBNU periode 1984-1991, bersama KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur duduk di samping Nurcholish Madjid (Cak Nur, tengah). (Foto:dok/ngopibareng.id) 

Putri Cak Nur ' Nadia Madjid, Mbak Omi Madjid', Prof Emil Salim, Dr Akbar Tanjung, Sudhamek dan keluarga besar Paramadina

Bima Arya PhD yang kini menjabat sebagai Wali Kota Bogor, juga adalah seorang dosen Ilmu Hubungan Internasional di kampus perjuangan tersebut, dan beberapa orang penting lainnya. Bima adalah kisah seorang akademisi yang kemudian memilih jadi politikus. Lain lagi kisah artis Dhini Aminarti, alumnus Psikologi Universitas Paramadina yang sahaja.

Tak pilih-pilih peran dalam main sinetron mengantarkan artis Dhini Aminarti populer di layar kaca. Foto di atas sebelum berhijab, memang cantik. Kini berhijab di tengah kariernya, dan tak menghalangi profesionalismenya di panggung hiburan.

Rumah tangga pasangan artis Dhini Aminarti dan Dimas Seto selalu terihat adem ayem selama 14 tahun ini. Meski belum memiliki momongan, pasangan ini mendapat berkah karena mempunyai 46 anak asuh. Luar biasa.

Nah, berikut ini adalah deretan mahasiswa-mahasiswi serta para alumni lainnya daro sekolah perjuangan Universitas Paramadina yang terjun sebagai aktor dan aktris:

1. Nabila Syakieb, Ilmu Komunikasi

Nabila Syakieb

2. Luna Maya, Hubungan Internasional

Luna Maya

3. Zaskia Adya Mecca, Ilmu Psikologi

Zaskia Adya Mecca

4. Rosiana Barbie, Hubungan Internasional

Rosiana Dewi

5. Herjunot Ali, Ilmu Komunikasi

Herjunot Ali

6. Putri Bilanova 'Mahadewi', Hubungan Internasional

Putri Bilanova

7. Muhammad Fardhan Khan, Manajemen

Fardhan Khan

8. Rangga Azof, Ilmu Komunikasi

Azof Rangga

9. Maria Lynch Heckenbücker, Ilmu Komunikasi

Maria Lynch

10. Moreno Soeprapto, Hubungan Internasional

Moreno

11. Ashanty, Hubungan Internasional

Ashanty

12.Ririn Dwi Ariyanti, Ilmu Komunikasi

Ada lagi alumnus Paramadina yakni Tsamara Amany yang meraih Fulbright scholarship mengambil MA di New York University, kemudian menikah dengan Prof Ismail Fajrie Alatas, yang merupakan seorang akademisi dengan pengalaman di bidang kajian agama-sosial, dan  sekarang berprofesi sebagai dosen di New York University, AS. 

Di halaman UGM, Prof  Ismail Fajrie Alatas bersama akademisi UGM, Universitas Paramadina, UI dan Malikussaleh Aceh