JAKARTA -- Rapat kerja Komisi X DPR yang diselenggarakan pada Rabu (2/7/2025) diwarnai momentum penuh tensi saat Koalisi Masyarakat Sipil dan KontraS menggeruduk ruang rapat, membentangkan spanduk dan poster berisi tuntutan agar Menteri Kebudayaan Fadli Zon menghentikan penulisan ulang sejarah nasional.
Aksi simbolik ini diawali saat Fadli sedang menjawab pertanyaan anggota DPR di balkon ruang rapat Komisi X, dan para aktivis meneriakkan yel-yel seperti “Hentikan pemutihan sejarah!”, “Dengarkan suara korban!”, serta menolak pemberian gelar pahlawan kepada Presiden kedua RI, Soeharto
Wakil Ketua Komisi X, Lalu Hadrian Irfani, segera meminta agar pengunjuk rasa kembali ke tempat duduk masing-masing, namun aksi itu tak langsung surut hingga petugas pengamanan dalam (Pamdal) menggiring para aktivis keluar dari gedung DPR.
Para pengunjuk rasa yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Impunitas, secara tegas menuntut Fadli Zon meminta maaf atas pernyataannya terkait pemerkosaan massal Mei 1998, serta mendesak penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat dan pengakhiran proyek penulisan ulang sejarah
Menanggapi aksi tersebut, Fadli Zon bersikap tenang dan mengaku aksi penggerudukan semacam itu merupakan bagian dari kebebasan berekspresi publik.
“Ya biasa ajalah, saya juga dulu pernah begitu. Menurut saya aspirasi,” ujarnya di depan awak media.
Ia juga menyebut aksi itu sah dilakukan sebagai ungkapan pendapat masyarakat.
Meskipun mendapat tekanan publik, Fadli menegaskan proyek penulisan ulang sejarah tetap berjalan. Ia menegaskan bahwa proses tersebut akan melibatkan uji publik pada bulan Juli ini, agar naskah yang dihasilkan dapat dikritik dan diuji secara terbuka sebelum dipublikasikan.
“Enggak (ditunda). Kita akan melakukan uji publik terhadap apa yang ditulis, ya bulan Juli ini,” tegasnya
Proyek penulisan ulang sejarah ini melibatkan sekitar 113 sejarawan profesional dari seluruh Indonesia, dengan tujuan merekonstruksi narasi sejarah bangsa dan mengisi kekosongan sejarah pasca periode Orde Baru
Seperti yang dilansir dari Kompas.com, menurut Fadli, penting agar warga negeri ini tidak ditakutkan dengan penulisan ulang, karena ia menolak narasi yang bersifat sepihak atau menyudutkan satu pihak tanpa melalui proses kritik akademik dan publik.
Namun pernyataan Fadli Zon dan pelanjutan proyek penulisan ini memicu kontroversi tajam.
Selain gerakan warga sipil, sejumlah anggota Komisi X DPR mendesak agar proses ini ditunda demi mempertimbangkan perasaan korban dan keluarga, terutama mereka yang terkena dampak tragedi 1998.
Jaringan aktivis HAM dan sejarawan menilai bahwa uji publik adalah satu-satunya cara untuk memastikan bahwa narasi sejarah yang dihadirkan tetap inklusif dan menghormati jejak luka masa lalu
Aksi penggerudukan yang menuntut penghentian penulisan ulang sejarah dan ekspresi santai Fadli Zon menunjukkan dinamika kuat antara aspirasi publik, ingatan sejarah, dan kebijakan nasional.
Proyek uji publik yang akan digelar Juli nanti menjadi momen krusial untuk kerja bersama antara pemerintah, masyarakat sipil, serta korban sejarah dalam menghadirkan narasi sejarah yang adil, transparan, dan dapat dipertanggungjawabkan. I trb
COMMENTS