WASHINGTON - Universitas Harvard, di tengah pertempuran sengit dengan pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, memulai upacara wisuda pada hari Kamis untuk lulusan Kelas 2025. Yang menarik perhatian semua orang adalah pidato presiden universitas, Alan Garber.
Garber, dalam pidato pembukaannya, memberikan sindiran terhadap sikap pemerintahan Trump terhadap mahasiswa internasional.
“Anggota Kelas 2025, dari ujung jalan, di seluruh negeri, dan di seluruh dunia...sebagaimana mestinya,” kata Garber.
"Anggota Kelas 2025, tetap merasa nyaman dengan ketidaknyamanan," ujarnya, merujuk pada tindakan keras Trump yang melarang universitas elite itu menerima mahasiswa asing, yang disambut tepuk tangan meriah.
Universitas Harvard telah menjadi garis depan perlawanan terhadap tuntutan administrasi yang menargetkan program Keanekaragaman, Kesetaraan, dan Inklusi (DEI), penerimaan mahasiswa internasional, dan tuntutan pro-Palestina.
Penolakan Universitas Harvard untuk mengikuti serangkaian langkah pembalasan, termasuk pencabutan sertifikasi Program Mahasiswa dan Pengunjung Pertukaran (SEVP). Pada 23 Mei, seorang hakim federal mengeluarkan putusan dengan memblokir langkah tersebut untuk sementara.
Hanya empat hari kemudian, Presiden Trump memerintahkan penangguhan semua kontrak penelitian federal dengan Universitas Harvard.
Menyebut tindakan Trump itu "membingungkan", Graber menyatakan: "Kita perlu tetap teguh dalam komitmen kita terhadap apa yang kita perjuangkan. Dan yang kita perjuangkan, saya yakin saya berbicara atas nama universitas lain, adalah pendidikan, pengejaran kebenaran, membantu mendidik orang untuk masa depan yang lebih baik."
Garber lebih lanjut mengatakan bahwa pemutusan kontrak akan merugikan kepentingan nasional AS.
"Mengapa memotong dana penelitian? Tentu, itu merugikan Harvard, tetapi [juga] merugikan negara," katanya. "Dana penelitian bukanlah hadiah...itu adalah pekerjaan yang ingin mereka lakukan," imbuh dia.
Peneliti hak asasi manusia Yaqiu Wang menyampaikan kekhawatiran serupa kepada Reuters, Jumat (30/5/2025), atas pembatasan yang luas.
"Tindakan seperti itu dapat membahayakan hak dan mata pencaharian mahasiswa China dan melemahkan posisi AS sebagai pemimpin global dalam inovasi ilmiah," ujarnya.
Sementara itu, pemerintah China menyampaikan respons marah atas janji pemerintah Trump untuk mencabut visa para mahasiswa China secara agresif. Menurut Beijing, kebijakan keras terhadap mahasiswa internasional itu sebagai tindakan "politis dan diskriminatif".
Pemerintahan Trump pada hari Rabu mengatakan akan secara agresif mencabut visa bagi para mahasiswa China—salah satu sumber pendapatan terbesar bagi universitas-universitas Amerika—dalam serangan terbarunya terhadap pendidikan tinggi AS.
AS juga akan merevisi kriteria visa untuk memperketat pemeriksaan pada semua aplikasi mendatang dari China dan Hong Kong, kata Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Marco Rubio.
Mengecam AS karena tidak masuk akal membatalkan visa mahasiswa China, juru bicara Kementerian Luar Negeri China Mao Ning mengatakan Beijing telah mengajukan penentangannya kepada Washington.
China telah mengirim 277.398 mahasiswa pada tahun akademik 2023-2024, meskipun India untuk pertama kalinya dalam beberapa tahun melampauinya, menurut laporan Institut Pendidikan Internasional yang didukung Departemen Luar Negeri AS.
Trump pada masa jabatan sebelumnya juga menyasar para mahasiswa China tetapi memfokuskan perhatian pada mereka yang berkecimpung di bidang sensitif atau memiliki hubungan eksplisit dengan militer.
Mao mengatakan bahwa China telah mendesak Amerika Serikat untuk menjaga hak dan kepentingan yang sah dari mahasiswa internasional, termasuk mereka yang berasal dari China. I snd
COMMENTS