Search

Perang India-Pakistan: " Pesawat Rafale India Jatuh bagai Layangan Putus: Sinyal Dibalas Sinyal, Teknologi China Unggul di Langit Kashmir"



 "Rafale India Jatuh Seperti Layangan Putus: Sinyal Dibalas Sinyal, Teknologi China Tersenyum di Langit Kashmir"**  



Pagi itu, langit Kashmir cerah. Tapi di ketinggian 30 ribu kaki, langit sedang tidak cerah-cerah amat. Dua jet Rafale India terbang gagah. Pilotnya mungkin sedang bersiul kecil, merasa aman dalam pelukan teknologi Prancis yang high-end. Radar mereka memindai wilayah, sistem SPECTRA-nya berdecak siap menghalau rudal. Tapi tiba-tiba... bzzzt! Layar radar jadi putih. Suara radio berubah jadi desis tak karuan. Seperti TV rusak di era analog.  

"Apa ini?! Jamming?!"  

Ya, Pak. Jet JF-17 Thunder Pakistan, yang body-nya buatan China, jeroan-nya juga China, sudah menyebar "tirai kabut" elektronik. Bukan kabut biasa. Ini kabut digital yang bikin Rafale—pesawat seharga Rp3,4 triliun itu—jadi seperti layangan putus. Tak bisa dikendalikan. Tak bisa ngobrol dengan markas. Bahkan, sistem kendali penerbangan mulai error, layar kokpit berkedip merah. Pilotnya mungkin berkeringat dingin: "Ini pesawat mau jatuh sendiri, atau ditembak?"  

*China, Tukang Servis yang Jadi Jagoan*  

Saya bayangkan, ini seperti tukang servis AC di Jakarta yang tadinya cuma bawa tang dan obeng, lalu tiba-tiba bisa bikin AC lawan mati sendiri. Pakistan, yang dulu selalu mengeluh jet F-16 Amerika-nya dikurangin suku cadang, sekarang dapat "tukang servis" baru: China. Teknologi jamming-nya bukan sekadar jammer pasar Loak. Tapi sistem yang bisa ngehack frekuensi canggih.  


Orang India pasti tak menyangka. Rafale mereka, yang sistem SPECTRA-nya disebut-sebut "yang terhebat di luar NATO", ternyata kalah canggih dengan jammer buatan CETC China. Padahal, India sudah bayar mahal. Tapi di dunia elektronik perang, bayar mahal tak selalu menang. Lihat saja Ukraine vs Rusia: drone murah bisa bikin tank seharga jet jungkir balik.  



*Pilot India: "Saya Seperti Diberi Google Maps Tapi Jaringan Indosat!"*  

Bayangkan Anda naik motor pakai Google Maps, tiba-tiba sinyal hilang. Lalu hujan deras. Lalu lampu merah semua. Itulah yang dirasakan pilot Rafale. Sistem mereka tiba-tiba jadi bisu. Radar yang bisa mendeteksi 100 target sekaligus, tiba-tiba cuma melihat awan. Komunikasi dengan AWACS—pesawat mata-mata India—putus. Mereka seperti diisolasi di langit.  


Pakistan, dengan bantuan China, rupanya sudah menyiapkan "tembok frekuensi". Bukan cuma mengganggu sinyal, tapi juga menipu sensor Rafale. Misalnya, sistem SPECTRA dikira ada 10 rudal mendekat, padahal cuma 1. Atau sebaliknya: dikira aman, eh tiba-tiba ada rudal nyata yang menyambar.  



*Mafia Teknologi: Prancis Merah Padam, China Cengengesan*  

Prancis pasti kebakaran jenggot. Rafale dijual ke India dengan jargon "multi-role, survivable, all-weather". Tapi di Kashmir, ia jatuh di cuaca cerah. Paris pasti gelar rapat darurat. Tapi di Beijing, para insinyur CETC mungkin lagi minum teh sambil senyum-senyum. "Lihat, sistem kita bisa jungkir balikkan Rafale!"  


Ini jadi iklan gratis untuk China. Negara-negara Afrika dan Timur Tengah yang selama ini ragu beli jet China, sekarang mungkin berpikir: "JF-17 murah, tapi bisa bikin pesawat Prancis jungkir balik? Let’s order!"  

*Gaya Perang Baru: Perangnya Para Frekuensi*  

Dulu, perang udara itu soal siapa lebih cepat, lebih tinggi, lebih gesit. Sekarang, perang udara mirip hacker vs hacker. Siapa yang bisa nge-hack frekuensi lawan, dialah pemenang. Jet tempur sekarang bukan lagi besi terbang, tapi laptop bersayap.  


India sadar diri. Mereka mungkin kini ngebut proyek Tempest 2.0—sistem perang elektronik baru. Tapi saya curiga, mereka akan kembali ke juragan lama: beli dari Israel atau Prancis. Sedangkan Pakistan, dengan modal China, sudah lompat ke level berikutnya: microwave weapons dan quantum radar.  

*Pelajaran untuk Kita: Jangan Cuma Beli, Tapi Belajar*  

Ini pelajaran untuk semua negara: jangan cuma beli teknologi, tapi tak paham jeroan-nya. India membeli Rafale lengkap, tapi mungkin tak diberi kunci source code-nya oleh Prancis. Alhasil, saat ada serangan siber, mereka tak bisa ngoprek sendiri.  


Pakistan, meski teknologinya "titipan" China, setidaknya mereka sudah nyemplung di dunia riset elektronik perang. Ada laporan bahwa insinyur Pakistan terlibat langsung dalam modifikasi sistem JF-17 bersama tim China.  

*Penutup: Langit Tak Lagi Milik Pesawat, Tapi Milik Sinyal*  

Esok, kita mungkin akan lihat pesawat tanpa pilot. Atau pesawat yang dikendalikan dari cloud server. Tapi selama manusia masih perang, intinya tetap sama: siapa yang kuasai sinyal, dialah yang kuasai langit.  


India hari ini kalah bukan karena kurang nyali, tapi karena kurang bandwidth. Pakistan menang bukan karena lebih pemberani, tapi karena pinter numpang frekuensi.  


Seperti kata anak-anak IT: "In the future, wars will be fought with keyboards, not Kalashnikovs."  

Tapi di Kashmir 2025, mereka bertempur dengan keyboard... yang frekuensinya dibuat di Beijing.

𝙎𝙚𝙗𝙪𝙖𝙝 𝘾𝙖𝙩𝙖𝙩𝙖𝙣 𝙎𝙚𝙠𝙖𝙡𝙞𝙜𝙪𝙨 𝙋𝙚𝙧𝙞𝙣𝙜𝙖𝙩𝙖𝙣 𝘽𝙖𝙜𝙞 𝙉𝙚𝙜𝙖𝙧𝙖² 𝙈𝙪𝙨𝙡𝙞𝙢


Khairun Fajri Arief 


Di ATAS PUING² RAFALE DAN SUKHOI 


Karena  awal kejadian itu mendadak banget, so awalnya saya menduga bahwa konflik India dan Pakistan kemarin itu terjadi karena hal-hal sepele aja semisal rebutan Kue Pani Puri atau tanding bola di wilayah Kashmir dari dua kesebelasan antar wilayah. Ternyata ya memang serius alasannya; operasi militer yang dipersiapkan, mempergunakan senjata berat. Diluar itu semua, yang membuatnya jadi lebih serius bukan saja karena kedua negara ini jumlah warganya milyaran, tapi juga karena mereka punya senjata nuklir. 


Sebuah kode kedipan mata yang salah bisa membuat seluruh dunia hancur dimakan api. Haca-haca! 


Tapi diluar soal nuke yang dimiliki kedua negara itu.  Banyak juga pihak yang juga mulai menyadari bahwa bentrokan udara terbaru antara India dan Pakistan itu bukan hanya urusan perbatasan atau sekadar konflik regional. Itu adalah gempa geopolitik yang guncangannya terasa sampai ke jantung kekuatan global: dari Washington ke Paris, dari Tel Aviv ke Kairo.


India, negara dengan salah satu anggaran militer terbesar di dunia, meluncurkan serangan udara “Sindhur” yang menggabungkan kekuatan dari tiga benua:

Jet Rafale dari Prancis, MiG dan Sukhoi dari Rusia, Heron drone dari Israel, serta rudal-rudal berpemandu presisi buatan Barat.


Targetnya; Kelompok Ekstremis di Pakistan. 


Namun kejadiannya di lapangan terjadi lebih keren dari alasannya; dari keseluruhan peswat yang menyerang itu 3 Rafale, 1 mig 29 dan 1 Sukhoi tidak satu pun pesawat mereka pulang. 😅😅


Lima pesawat tempur India yang disebut-sebut sebagai kebanggaan teknologi Barat itu dihancurkan dalam satu malam—tanpa kerugian di pihak Pakistan. Yang lebih mengejutkan: semua itu dilakukan bukan oleh F-16 atau S-400, tapi oleh sistem senjata buatan Tiongkok. Buatan cina kawan! Semacam Changhong itulah .


China tidak ikut perang, tapi menang besar.


Pakistan menggunakan jet tempur JF-17 dan J-10C buatan Chengdu Aircraft Corporation, serta sistem pertahanan udara HQ-9B, HQ-16, dan LY-80. Hasilnya? Nol korban militer di pihak Pakistan, dan prestise Barat luluh lantak.


Inilah untuk pertama kalinya Rafale—jet generasi 4.5 yang disanjung-sanjung itu—jatuh dalam pertempuran. Dan itu bukan dilakukan oleh kekuatan Barat lain, tetapi oleh pesawat yang nilainya sepertiga dari harga Rafale, buatan negara yang sering diremehkan oleh elit militer lama.


Pasar langsung bereaksi.

Saham Dassault Aviation jatuh.

Saham Chengdu Aircraft meroket 18% dalam satu hari. Bloomberg bahkan menyebut ini sebagai “panggung global bagi keperkasaan militer Tiongkok.”


Tetapi yang lebih mengkhawatirkan bukan hanya kejatuhan pesawat-pesawat itu.

Yang benar-benar mengubah peta kekuasaan adalah pesan simbolik dan strategis di baliknya:


1. Barat tidak lagi dominan secara militer.

Apa artinya membeli jet $100 juta kalau bisa dijatuhkan oleh sistem $25 juta?


2. Dunia Islam memperhatikan.

Mesir, negara Arab dengan kekuatan militer terbesar, memiliki sistem yang sama seperti Pakistan: HQ-16, LY-80, dan JF-17. Bahkan mereka baru saja melakukan latihan gabungan besar-besaran dengan Tiongkok di bawah nama “Eagles of Civilization 2025.”


3. Israel resah.

Media Israel menyebut ekspor senjata China ke Mesir sebagai “ancaman langsung terhadap keunggulan udara Israel.” 😆😅 Galau dia kawan...


Bagi wilayah yang sudah lama dijaga dengan dogma “militer terbaik adalah yang membunuh lebih dulu atas nama pertahanan diri,” kenyataan bahwa Mesir kini memegang sistem yang bisa menjatuhkan Rafale tanpa kehilangan satu baterai pun—adalah mimpi buruk.


Keseimbangan baru sedang terbentuk.

Tidak dengan suara bom di tempat, tapi dengan pergeseran kepercayaan dan supremasi teknologi. Dunia kini menyaksikan bahwa monopoli Barat atas kekuatan militer perlahan terpecah. Dulu, jika ingin jadi kuat, harus beli dari AS, Rusia, atau NATO. Kini, Tiongkok datang dengan harga lebih murah, performa terbukti, dan narasi anti-imperialis yang makin diterima banyak negara berkembang. Tentu saja Xi Jinping bisa kampanye kemana-mana soal kualitas BR buatannya; "hargailah ploduk-ploduk negeri China" 👌😂


Pertanyaannya:

Jika Barat tak lagi bisa menjamin kemenangan teknologi, lalu apa yang tersisa dari dominasi mereka? 


Jika Rafale bisa jatuh, bagaimana dengan F-35?


Jika negara-negara seperti Mesir, Iran, Turki, dan Pakistan mulai saling berbagi sistem buatan China, apa artinya itu bagi masa depan kawasan ?


Dunia tidak berubah pelan-pelan. Ia berubah dalam momen-momen seperti ini. Inilah untuk pertama kali produk China diuji coba dalam Matra tempur yang sesungguhnya. Hasilnya ternyata?  sukses besar! 


Dan satu hal yang pasti:

Perang India-Pakistan ini bukan sekadar urusan Kashmir seperti pesan LED Zepellin,

ini adalah panggung peralihan superioritas kekuatan global.

COMMENTS

 


 Ikuti kami di Google Berita


$type=three$va=0$count=12$cate=0$snippet=hide$rm=0$comment=0$date=hide$author=0

Nama

EKBIS,4449,ENGLISH,1903,FEED,48583,FOKUS,5172,GLOBAL,11766,HIBURAN,2543,HUKUM,6098,IPTEK,4898,NASIONAL,16387,OLAHRAGA,2801,OPINI,1638,POLITIK,5683,PROMOTE,5,RAGAM,10576,RELIGI,920,Z,42466,
ltr
item
Konfrontasi: Perang India-Pakistan: " Pesawat Rafale India Jatuh bagai Layangan Putus: Sinyal Dibalas Sinyal, Teknologi China Unggul di Langit Kashmir"
Perang India-Pakistan: " Pesawat Rafale India Jatuh bagai Layangan Putus: Sinyal Dibalas Sinyal, Teknologi China Unggul di Langit Kashmir"
https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEj468lWUf9ufi3paOgYZj9sOu2pnAUPaX68ycCgya7axQzWyl-tjq92ZTuiWGJpZne9ifbEZ7HdmZOTKrtPm86h5fo4oUhwrF_lBefEa8mW1w45O4MK4KNHcI0u8pUHSQx5yvUGo6OI7hyixKb4w0k_MqsfPRNLAU-tsqdCK8egMIOEyS4Kxp2cg0AnyiTY
https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEj468lWUf9ufi3paOgYZj9sOu2pnAUPaX68ycCgya7axQzWyl-tjq92ZTuiWGJpZne9ifbEZ7HdmZOTKrtPm86h5fo4oUhwrF_lBefEa8mW1w45O4MK4KNHcI0u8pUHSQx5yvUGo6OI7hyixKb4w0k_MqsfPRNLAU-tsqdCK8egMIOEyS4Kxp2cg0AnyiTY=s72-c
Konfrontasi
https://www.konfrontasi.com/2025/05/perang-india-pakistan-pesawat-rafale.html
https://www.konfrontasi.com/
https://www.konfrontasi.com/
https://www.konfrontasi.com/2025/05/perang-india-pakistan-pesawat-rafale.html
true
7622946317735281371
UTF-8
Loaded All Posts Not found any posts VIEW ALL Readmore Reply Cancel reply Delete By HOME PAGES POSTS View All RECOMMENDED FOR YOU LABEL ARCHIVE SEARCH ALL POSTS Not found any post match with your request Back Home Sunday Monday Tuesday Wednesday Thursday Friday Saturday Sun Mon Tue Wed Thu Fri Sat January February March April May June July August September October November December Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec just now 1 minute ago $$1$$ minutes ago 1 hour ago $$1$$ hours ago Yesterday $$1$$ days ago $$1$$ weeks ago more than 5 weeks ago Followers Follow THIS CONTENT IS PREMIUM Please share to unlock Copy All Code Select All Code All codes were copied to your clipboard Can not copy the codes / texts, please press [CTRL]+[C] (or CMD+C with Mac) to copy