AWASHIMA - Di Pulau Awashima, Jepang, ada sebuah kantor pos unik bernama "Kantor Pos yang Hilang".
Seperti namanya, tempat ini dibuat untuk menerima dan mengirim surat kepada mereka yang sudah meninggal, baik orang terkasih, teman, atau hewan peliharaan yang telah "menghilang" dari kehidupan.
Dilansir dari Washington Post (8/2/2025), sebagian orang juga mengirim surat ke kantor pos ini untuk diri mereka di masa lalu atau untuk benda-benda.
Surat-surat yang dikirim kemudian disimpan dan dapat dibaca oleh pengunjung dari berbagai penjuru dunia
Awal mula kantor pos Awashima
Kantor Pos yang Hilang terletak di Pulau Awashima, salah satu dari ribuan pulau terpencil di Laut Pedalaman Seto, Jepang. Pulau ini memiliki sekitar 150 penduduk dan populasinya semakin berkurang.
Sekitar tahun 1990-an, Awashima memiliki pelabuhan yang berkembang pesat dan sebagian penduduknya bekerja sebagai pelaut.
Kala itu, kantor pos adalah satu-satunya sarana bagi masyarakat di sana untuk berkomunikasi dengan keluarga yang sedang melaut. Ada dua kantor pos yang beroperasi waktu itu.
Namun, pada tahun 1991, salah satu kantor pos ditutup dan layanan pengiriman surat pun dipindahkan. Bangunan tersebut akhirnya kosong.
Kemudian, pada tahun 2013, seorang seniman bernama Saya Kubota memanfaatkan bangunan tersebut sebagai tempat pameran selama festival Setouchi Triennale.
Selama sebulan penuh, bangunan yang awalnya kosong itu disulap kembali sebagai kantor pos yang memungkinkan orang menulis surat dan membacanya di sana.
Proyek ini menarik lebih dari 31.000 pengunjung dan berhasil mengumpulkan 400 surat dari pengunjung.
Saat festival berakhir, bangunan itu seharusnya dihancurkan. Namun, pemilik bangunan sekaligus seorang pensiunan tukang pos, Katsuhisa Nakata berubah pikiran.
Dia ingin agar proyek tersebut tetap berjalan dan bernegosiasi dengan sang seniman untuk tetap mempertahankan surat-surat yang ada di sana. Bangunan itu pun akhirnya direnovasi.
Katsuhisa Nakata, pemilik Kantor Pos yang Hilang
Katsuhisa Nakata adalah penduduk asli Awashima yang bekerja sebagai pengantar pos sejak usia 18 tahun.
Dia memilih pekerjaan itu karena tidak memenuhi syarat sebagai seorang pelaut lantaran menderita buta warna.
Nakata telah bekerja selama 45 tahun di kantor pos, termasuk 17 tahun sebagai kepala kantor.
Meski sudah pensiun, di usianya yang ke 90 tahun, dia secara sukarela mengelola Kantor Pos yang Hilang.
Nakata membaca setiap surat yang diantarkan oleh layanan pos dan memprosesnya sebagai surat resmi.
"Ini adalah tempat di mana semua jenis emosi dari kehidupan orang-orang datang, baik momen paling menyedihkan dan membahagiakan. Kami di sini untuk menerima dan menghargai semua emosi ini," ungkapnya.
Setiap hari, dia bisa menerima 10 hingga 20 surat. Sebagian besar anonim atau tanpa alamat, dan sebagian lainnya ditujukan untuk orang yang meninggal.
Hingga kini, Kantor Pos yang Hilang telah menerima lebih dari 60.000 surat, kartu ulang tahun, dan kartu ucapan yang dikirim dari seluruh penjuru Jepang.
Pengunjung Kantor Pos yang Hilang
Di antara semua pengunjung yang datang menulis surat, perhatian Nakata jatuh pada dua orang yang selama bertahun-tahun rutin mengirim surat.
Salah satu pengunjung itu adalah seorang wanita tua. Setiap kali datang ke Kantor Pos yang Hilang, dia akan mengirim surat yang ditujukan untuk tunangannya, pilot kamikaze yang tewas dalam Perang Dunia II.
Pengunjung lainnya adalah seorang nenek yang menulis surat untuk sang cucu bernama Yuta yang telah tiada. Dia rutin mengunjungi kantor pos ini dua kali dalam sebulan.
Namun, Nakata mengungkapkan, nenek itu kini tidak lagi mengirim surat. Meski tidak tahu alasannya, tetapi dia mengaku lega karena akhirnya sang nenek bisa menemukan kedamaian.
"Duka tidak bisa terus berlanjut dengan cara yang sama selamanya," ujarnya.
Selain dua pengunjung itu, ada juga seorang wanita berusia 30 tahun, Lina Yokose, yang datang bersama temannya ke Kantor Pos yang Hilang.
Dia meluangkan waktu membaca surat yang ada di sana, lalu duduk dan menulis surat kepada temannya, Seika, yang telah meninggal beberapa bulan sebelumnya dalam kecelakaan.
"Saya berharap dia bisa berada di sana bersama kami. Saya ingin memberi tahu dia bahwa ibunya baik-baik saja," kata Yokose.
Pengaruh agama
Banyak masyarakat Jepang percaya bahwa orang yang sudah meninggal tidak akan pergi terlalu jauh.
Gagasan ini berasal dari pengaruh agama Shinto dan Buddha. Dalam kepercayaan Buddha, roh disebut akan tetap berada di sekitar kita bahkan setelah kematian.
Karenanya, masyarakat Jepang memiliki altar di rumah mereka untuk menyalakan dupa dan menyajikan makanan. Melalui tindakan ini, hubungan dengan mereka yang sudah meninggal dipercaya akan tetap terjaga dan tidak terputus.
Jepang juga mengenal Obon, yaitu hari libur tahunan untuk memperingati orang yang telah meninggal. Hari ini diperingati dengan cara berbagi makanan dan menghabiskan waktu bersama arwah orang yang mereka cintai. I kps
COMMENTS