Oleh: Yudi Latif
OPINI-Saudaraku, sudah lama tak bisa kutulis puisi. Jantung hati tak lagi berdenyut. Darah kata tak lagi mengalir. Tatkala kata-kata indah terasa hampa di tengah keriuhan viralitas dan gurita kesewenangan, daya kata kehilangan tuahnya.
Gerak hidup dijalani dengan mati rasa. Hilang percaya membuat lenyap asa. Hilang arah membuat limbung langkah. Hilang cinta membuat lemah karsa. Hilang karsa membuat beku cipta.
Mencoba bangkit dari kematian. Namun, belum tuntas kutuliskan satu bait, matahari sudah di titik zenit.
Kata-kata tak mudah lagi mengalir dari hulu sungai syarafku. Pembuluh darah kata tersumbat di sekujur tubuh.
Banyak yang tak sanggup lagi kupikirkan, karena kian banyak hal berjalan di luar nalar. Pikiran yang menggenang lama-lama membeku, sulit mencair jadi tetesan kata.
Jadilah aku terus berjalan dalam kematian. Karena menulis aku ada, kehilangan kemampuan menulis adalah kematian sebelum mati. Sungguh miris. Dalam demokrasi yang mestinya dirayakan dengan kebebasan berfikir dan kemampuan artikulasi, yang kutemukan justru kuburan massal daya cipta, rasa dan karsa.
COMMENTS