Oleh: Swary Utami Dewi MA , aktivis NGO, alumnus Fisip UI dan Monash University Australia
Burhanudin Muhtadi adalah seorang pemikir politik, pengajar, sekaligus surveyor handal di Indonesia. Pada Rabu, 29 November 2023 lalu, ia dikukuhkan sebagai Guru Besar Ilmu Politik di Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta. Judul pidato pengukuhannya adalah "Votes for Sale: Klientelisme, Defisit Demokrasi dan Institusi".
Menurut Burhanuddin Muhtadi, musim pemilu merupakan musim panen uang (season of money) bagi sebagian masyarakat. Meski situasi ini banyak dikritik dan menuai keprihatinan, namun kondisi tersebut nyata terjadi. Penyebabnya adalah adanya hubungan timbal-balik antara konstituen dan mereka yang mencalonkan diri dalam konstestasi politik yang sedang berlangsung.
"Ada pepatah mengatakan bahwa tari tango hanya dapat dilakukan oleh dua orang. Jadi di sini, bukan hanya ada pemilih mata duitan yang menyebabkan politik uang masif terjadi, tetapi juga ada caleg, yang terlibat dalam praktik jual beli suara, yang tentunya juga turut bertanggung jawab," ujar Burhanuddin, yang juga merupakan Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi, dalam pidato pengukuhan yang tebalnya melebihi 80 halaman.
Kesimpulan yang diambilnya ini sendiri merupakan hasil penelitian lapangan selama 13 bulan di saat puncak Pemilu 2014 dan 2019. Burhanudin juga menemukan fakta bahwa banyak politisi yang menyesalkan begitu banyak tuntutan kepada mereka untuk melakukan pembelian suara.
Apakah politik memang demikian? Begitu kotor dan menggelisahkan? Ini nampaknya yang mengganggu nurani Burhanuddin Muhtadi. Padahal, sejak kecil ia tidak asing tentang politik. Namun bukan politik seperti sekarang ini yang dipelajari dan ditemuinya.
Politik bagi seorang Burhanudin Muhtadi adalah perjumpaan dan minat yang dari kecil dipelajarinya dari sang ayah. "Beliau adalah mentor terbaik dan 'profesor' politik pertama saya. Saya mengenal politik sebagai nilai, pengabdian dan panggilan hidup dari ayah saya. Ketika saya masih kecil, saya diajak keliling kampanye di seluruh
pelosok Rembang untuk PPP. Uniknya, meski aktif berpolitik, ayah sama sekali tidak
tergiur menjadi caleg. Tawaran maju sebagai wakil rakyat selalu ia tolak halus. Meski bukan caleg, ini tidak mengurangi sedikit pun semangat dan pengorbanannya untuk partai. Ia tipikal aktivis partai yang meyakini bahwa politik adalah sarana perjuangan. Ayah
rela memberikan segalanya, termasuk uang, waktu dan tenaga untuk partai yang dicintai, meski tanpa imbalan apa pun. Prinsip yang dipegang ayah: politik adalah sebuah pengabdian sekaligus panggilan. Ia jelas representasi aktivis partisan dan ideologis yang bersedia melakukan apa pun untuk prinsip politik yang diyakini."
Inilah tampaknya yang menjadikan Burhanuddin menggemari politik, sekaligus terjun menjadi konsultan politik. Tentu saja, keteguhan dan kejujuran dalam politik yang ditunjukkan sang ayah senantiasa menjadikan nuraninya tetapi terjaga dalam menjalani pilihannya menekuni isu-isu politik.
Selamat menjadi guru besar, Sahabat.
4 Desember 2023
COMMENTS