Redaksi: Indonesia era Jokowi mengalami krisis utang/ekonomi, harga kebutuhan pokok naik, biaya sekolah naik, pajak naik, korupsi merajalela, kerusakan lingkungan, krisis etika-moral dan kesenjangan ekonomi yang makin tajam. NKRI butuh kepemimpinan yang bermoral-etis dan berpihak pada rakyat banyak, berpikir kritis dan out of the box untuk mengatasi krisis multidimensi itu, melakukan pembaharuan sosial-kultural dan ekonomi sesuai Konstitusi 1945, Trisakti Soekarno dan Reformasi Agraria Soekarno-Hatta.
Oleh: Tulus Sugiharto*)
KONFRONTASI- Seperti biasa, suatu petang jelang malam, di belakang rumah bung Rizal Ramli (RR) ada sebuah meja bundar, isinya buku dan sejumlah koran. Ada yang kami diskusikan , mengapa ya orang seperti Hitler bisa muncul, berkuasa dan kejam di Jerman dan menyebar ke Eropa, padahal sebelum era Hitler, Jerman itu dikenal dengan peradaban yang tinggi. Pada abad 17 muncul pemikir seperti Immanuel Kant dan Johann Gottlieb Fichte, filisopher yang memulai Idealisme German.
Kemudian ada Johann Wolfgang von Goethe yang sangat terkenal, penulis puisi, drama, novel, scientist dan negarawan hebat.
Di abad 17 juga , “industri musik” Jerman musiknya nomor satu dan lahir banyak komposer seperti Ludwig van Beethoven, Johann Sebastian Bach dan Richard Strauss . Karya musik mereka dikenal seluruh dunia bahkan hingga saat ini. Jadi Jerman itu penuh dengan orang pintar dan memiliki perasaan yang halus.
Soal pemikiran dan ilmu pengetahuan, pada tahun 1930, di Jerman, muncul namanya mazhab Frankfurt atau Frankfurter Schule, ini adalah istilah yang diberikan kepada pemikiran yang dihasilkan oleh kelompok filsuf yang masih memiliki afiliasi dengan Institut für Sozialforschung di Frankfurt, Jerman. Generasi mazhab Frankfurt antara lain, Max Horkheimer, Herbert Marcuse dan Theodor Adorno juga ada Walter Benjamin, Erich Fromm, Leo Lowenthal, Franz Neumann, Otto Kirchheimer dan Frederick Pollock.
Generasi kedua yang mungkin masih hidup adalah Jurgen Habermas yang jika dilihat di Wikipedia sudah berumur 93 tahun. Pemikiran Frankfurt ini sebenarnya mengacu pada pemikiran kritis dari filsuf Jerman sebelumnya seperti Immanuel Kant dan Karl Marx.
Pada saat yang bersamaan ada Perang Dunia 1 tahun 1914 -1918, hasilnya Jerman kalah perang, tapi kemudian memunculkan seorang Kopral yang memiliki tekad untuk mengangkat kembali prestise Jerman, namanya Adolf Hitler. Sekitar tahun 1920 ia mulai aktif di Nationalsozialistische Deutsche Arbeiterpartei (Partai Pekerja Jerman Sosialis Nasional – NSDAP) atau disingkat Nazi. Keahliannya dalam berpidato dan membuat buku berjudul Mein Kampf 1925 menancapkan dirinya menjadi orang nomor satu di Nazi.
Hitler tidak sendiri, ia dibantu oleh Gregor Strasser, Otto Strasser, dan Joseph Goebbels untuk mengembangkan Nazi. Tahun 1933, Hitler menjadi Kanselir atau orang nomor satu di Jerman. Hitler lah orang yang menyebabkan terjadinya Perang Dunia II 1942 – 1945 dengan jumlah korban jiwa sekitar 40 sampai 50 juta orang.
Oh ya, pisang goreng dan kopi buatan mbak Ning sudah datang harus segera disantap jangan sampai dingin, karena diskusi semakin hangat.
Diskusi dengan bung RR kemudian mengalir pada sebuah pemikiran, bagaimana mungkin seorang Kopral model Hitler bisa mengalahkan para pemikir-pemikir top Frankfurt School? Sebagian para pemikir ini mungkin lari keluar negeri dan atau bahkan ada yang membantu Hitler. Kekritisan ini hilang karena adanya sebuah tekanan politik yang tinggi sehingga menimbulkan ketakutan.
Apa sih pemikiran kritis itu ? Pemikiran ini penuh dengan dugaan. Bukan sekadar berpikir segala sesuatu itu buruk atau salah ya. Tapi kritis harus dimulai dengan data yang kuat, benar, hasil sebuah diskusi yang terbuka, berpikir ‘out of the box’ dan kemudian mulailah dengan pertanyaan untuk menjawab dugaan. Apakah sebuah kebijakan yang dibuat memang benar-benar untuk rakyat? Misalnya, apakah perlu Garuda membeli pesawat-pesawat berbadan lebar untuk jarak jauh ? Apa bisa berkompetisi dalam penerbangan ke Eropa dan Amerika ?
Cara berpikir kritis inilah yang kemudian banyak diajukan oleh Bung RR. Pemikiran kritis, ‘out of the box’, sudah banyak ia ungkap dan terbuka di media, tingga di Google, banyak itu. Cuma ya, ujungnya kekritisannya – maaf ya - dianggap sebagian (kecil) orang bernada miring. Harusnya semua pemikirannya itu didebat lagi dengan kritis, apakah yang dipikirkan secara kritis dan ‘out of the box’ oleh bung RR itu benar atau tidak.
Sebetulnya, Bung RR itu asik diajak diskusi, dia mendengar orang yang memberikan masukan atau bersikap kritis padanya. Kalau sekarang banyak yang membalas kritikannya dengan dengan satu atau dua kata seperti, orang sakit hati, orang terbuang, ngomongnya gak jelas dll. Hanya berupa hinaan bukan mendebat argumen kritisnya.
Oh ya saat mazhab Frankfurt muncul, Hitter muncul, tapi di era yang sama, di Indonesia juga muncul Bung Karno yang bersikap kritis pada pemerintah Belanda. Bung Karno muncul dengan kritis dan berani, ‘out of the box’, dengan satu tekad memerdekakan Indonesia.
Perjalanan seorang kritis memang sulit, tidak bisa sendirian. Bung Karno mendapatkan banyak bantuan dari pemikir pemikir kritis muda lainnya. Pemikiran Bung Karno di debat seperti oleh M Natsir, Tan Malaka, Buya Hamka bahkan M Hatta dan ada kawan yang kemudian menjadi lawan seperti Musso dan Kartosuwiryo. Tapi sebuah pemikiran kritis jika didukung justru akan menghasilkan kemerdekaan (kini kesejahteraan) bagi rakyat.
NKRI butuh kepemimpinan yang bermoral-etis dan berpihak pada rakyat banyak alias wong cilik, berpikir kritis dan out of the box untuk mengatasi krisis multidimensi itu, melakukan pembaharuan sosial-kultural dan ekonomi sesuai Konstitusi 1945, Trisakti Soekarno dan Reformasi Agraria Soekarno-Hatta. Rizal Ramli adalah sosok penerus Soekarno yang konsisten dan persisten untuk selamatkan Indonesia!
Jelang tahun politik 2023 -2024 pemikiran kritis dan ‘out of the box’ harus muncul. Kasih kesempatan pada orang-orang yang seperti ini untuk ikut pemilu, terserah kemudian ada yang memilihnya atau tidak. Jangan sampai kekritisan itu hilang dalam ketakutan. Bung RR itu Kritis, ‘out of the box’ dan berani, ayo dibantu !
*) Penulis adalah pemerhati sosial politik