KONFRONTASI- Kalangan muda Perkumpulan Pergerakan Kebangsaan (PGK) semalam mendiskusikan cengkeraman Oligarki dan buruknya akuntabilitas demokrasi di Indonesia serta pesan perubahan dari pemikiran PM Malaysia Datuk Anwar Ibrahim. Pada selamatan milad 64 tahun Bursah Zarnubi itu, mantan Ketua Fraksi PBR di DPR RI, kaum muda ini mengartikulasikan bahwa Oligarki telah merusak demokrasi dan menimbulkan korupsi/KKN, menyebabkan ketidakadilan meluas, ketimpangan makin tajam dan menghancurkan ideologi Pancasila/UUD45. Oligarki juga kian menguasai parpol-parpol di parlemen sehingga Pemilu 2024 tidak bisa diharapkan terjadi perubahan akibat berlanjutnya status quo yang stagnan.
Dipimpin oleh Bursah Zarnubi, berbicara dalam forum publik itu anggota DPR Fraksi PDIP Masinton Pasaribu, akademisi Universitas Paramadina Dr Herdi Sahrasad, dosen UKI/Fisip UI Dr Sidratahta Mukhtar, mantan Presiden BEM UIN Jakarta Riyan Hidayat , M. Sabily dari Poros Peduli Indonesia (Populis), Ahmad Nawawi Ketua Genre Muda Matlaul Anwar, mantan anggota DPR Ariady Achmad, mantan Ketua PB HMI Cholis Malik, aktivis LSM Swary Utami Dewi MA, aktivis Prodem Desyana dan aktivis muda NU lulusan FT-UI Ir Imam Mutaqin MSi dan lainnya.
Menurut forum yang dipimpin Bursah Zarnubi itu, akuntabilitas demokrasi yang diartikulasikan oleh PM Malaysia Anwar Ibrahim di Jakarta baru baru ini menjadi penting bagi kita dalam menilai perjalanan demokrasi selama ini dimana harus diakui, akuntabilitas demokrasi di Indonesia sangat buruk, faktanya: banyak pejabat, politisi dan elite tidak jujur dan tidak amanah serta korupsi
kolusi nepotisme.
‘’ Sedangkan
dominasi Oligarki sudah sangat kuat di tubuh lembaga legislative, eksekutif dan
yudikatif, Beban utang Rp7700 trilyun membuat rakyat makin miskin dan sengsara,
sementara kekayaan taipan/oligarki makin naik ratusan trilyun rupiah tiap tahun.
Pembangunan oleh elite era Jokowi makin menyimpang dari cita-cita Proklamasi
1945 dan Pancasila, nilai-nilai ideology dikesampingkan, dan para elite
eksekutif dan legislative berebut uang/kuasa tanpa etika-moral dan penuh nafsu
serakah,’’ kata Bursah Zarnubi, Aryadi Ahmad, Herdi Sahrasad dan Masinton.
Para
pembicara sepakat bahwa Indonesia di bawah Rezim Joko Widodo (Jokowi) di ambang
kehancuran karena dikendalikan oligarki.
“Indonesia di ambang krisis ekonomi-politik sebab
rezim oligarki menguasai Indonesia, mengatur dan mendikte parpol dan civil
society,” kata Herdi Sahrasad.
Semua
pembicara sepakat bahwa oligarki sangat kejam, tidak peduli nasib rakyat. “ Ingat
skandal korupsi ekspor CPO, munculnya UU MInerba, UU Omnibus Law Ciptakerja,
upaya tunda pemilu dan maneuver kotor lainnya demi kepentingan elite,’’ Nawawi,
Sabily dan Masinton.
Bursah
mengingatkan, tanpa akuntabilitas demokrasi maka rakyat tidak akan mendapat manfaat demokrasi
karena semata procedural dan tidak ada nilai nilai ideologis pro rakyat yang
bakal diwujudkan.
Para pembicara memperingatkan, oligarki semakin menancapkan kukunya di sistem demokrasi di pemerintahan Presiden Jokowi dan rakyat cuma jadi korban pembangunan. Kondisi dehumanisasi ini bakal memicu instabilitas jika terus dibiarkan.
Para partisipan forum ini sebelumnya mendengarkan ''catatan'' dari sarasehan Indonesia Bangkit di Yogyakarta (28/29 Januari 2023) dimana disimpulkan bahwa: Rezim Jokowi membebani rakyat dengan utang lebih Rp7500 trilyun, dikendalikan Oligarki dan mencabuti subsidi bagi rakyat serta gagal mewujudkan keadilan dan kesejahteraan rakyat. Sehingga dinilai mengingkari dan mengkhianati Konstitusi. Padahal, seperti dikatakan Prof Nurcholish Madjid, bahwa negara atau rezim yang mengingkari atau mengkhianati Konstitusinya sendiri, niscaya tidak akan lama dan bakal jatuh in disgrace, tidak terhormat. Kerajaan Keluarga yang sedang dibangun oleh Jokowi membuktikan watak greedy-nya sendiri tanpa urat malu dan mencampakkan pertimbangan etika-moral. Presiden Jokowi seharusnya melarang anak dan menantunya jadi walikota, tidak membiarkan keluarganya terjun ke politik atas dasar aji mumpung karena pasti menjadi legacy buruk Jokowi sendiri di kemudian hari.
Berbicara dalam Sarasehan Kultural dan Politik ini antara lain tokoh nasional Prof. Dr Rizal Ramli sebagai panelis utama. Pembicara lain adalah Guru besar FH UGM Prof. Dr. Kaelan, Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Prof. Dr. Muhammad Hirzin, Mantan KSAL Laksamana TNI (Purn) Slamet Subiyanto, mantan Rektor UGM Prof. Dr. Sofyan Effendi, Muh Jumhur Hidayat, akademisi Universitas Paramadina Dr Herdi Sahrasad, mantan anggota DPR-RI Hatta Taliwang, Letjen TNI (Purn) Setyo Sularso, Dr Gamari, dan tokoh lainnya. Para panelis dan hadirin dalam forum itu sepakat bahwa sistem ekonomi-politik yang sangat ugal-ugalan dan menyimpang ini harus diganti sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan UUD45. Amandemen yang deformatif, bablas, ngasal dan ngawur membuat bangsa ini kecolongan segalanya selama 20 tahun terakhir. Sarasehan dua hari ini dilanjutkan sampai Minggu siang hari dengan kehadiran ekonom FE UI Faisal Basri, politikus senior Suripto, budayawan Emha Ainun Nadjib, Prof. Dr. Dr. Ir. Naniek Widayati dan lainnya. Sarasehan dipandu Sutoyo Abadi.