Tidak seperti Presiden-Presiden Indonesia sebelumnya yang tidak usil siapa Presiden berikutnya, Presiden Jokowi (Jkw) begitu concern atau usil siapa yang akan jadi Presiden yang akan datang. Sebenarnya tidak ada penugasan dalam Konstitusi bahwa Presiden sekarang mengatur siapa yang akan jadi Presiden berikutnya. Lebih lebih Presiden Jkw tidak punya partai, dalam arti bukan pimpinan parpol, bahkan hanya petugas partai PDI Perjuangan (PDIP) saja. Apa iya Presiden yang hanya berstatus begini akan mengatur Presiden berikutnya?
Dimana kedaulatan rakyat atau demokrasinya? Lebih menyedihkan lagi mereka yang tahun 2024 nanti hanya akan manut (ngikut atau ngekor) saja apa kata Jkw meskipun dari hasil survey hanya 15,4% saja pengaruh Jokowi. Relawan ini telah menyerahkan atau “ menjual “ hak demokrasinya kepada Jkw. Kasihan dan ikut prihatin.
Ada yang lebih tidak rational lagi adalah KIB (koalisi 3 parpol Golkar, PAN dan PPP) yang juga akan ikuti arahan Presiden Jkw. Tapi banyak sekali pengikut partai partai ini yang rational, yang independen, sehingga diam diam maupun terang terangan mendukung Capres pilihannya sendiri. Dan pimpinan KIB, saya kira, tidak akan berani menindak warganya yang punya Capres lain. Sepertinya diantara pimpinan KIB dan warganya itu sudah ada saling pengertian bahwa pimpinan partai hanya akan menerbitkan tiket kosong untuk syarat pencapresan saja ke KPU. Maklumlah demi menyelamatkan jabatan menteri sang Ketum saja atau ancaman lain. Warga partai, sebagian, memaklumi. Sedangkan pimpinan KIB tidak menindak warganya karena memang Jkw bukan Ketum KIB yang harus di dengar dan dipatuhi arahannya.
Dilain pihak, pimpinan KIB dan warga KIB juga memaklumi Presiden Jkw yang kelihatannya gelisah dengan siapa Presiden berikutnya. Karena apa? Barangkali gelisah karena faktor faktor ingin melanjutkan dinasti kekuasaannya, melanjutkan program programnya terutama IKN, dan kelangsungan hubungan luar negerinya terutama dengan China.
Kami menangkap kegelisahan lain Presiden Jkw yang sampai sampai menggalang relawan dan musra, terkesan mendukung Prabowo dan Ganjar, baik dengan bahasa isyarat seperti “jatah, giliran, rambut putih, berkerut, mikiriin rakyat” dan lain lain yang terus terang bikin bingung dan pusing. Tapi yang bingung itu banyak. Menpora dan Presiden Jkw juga bingung. Menpora bingung karena harus mencari alasan apa memberikan izin penggunaan GBK sementara PDIP di tolak.
Presiden Jkw bingung karena ide ide yang dilontarkan orang orang dekatnya, seperti 3 periode, perpanjangan masa jabatan 3 tahun, Ganjar Pranowo capres, Jkw cawapresnya Prabowo, dan entah apa lagi, rasanya juga tidak ada yang mulus. Tidak mulus karena bertentangan dengan Konstitusi ataupun tidak dapat restu parpol. Disini ada yang melihatnya sebagai Presiden Jkw menjadi lame duck, mulai memasuki masa lumpuh, bebek lumpuh, tidak efektip lagi.
Bagi pengikutnya, prioritas utama adalah Jkw berkuasa selama mungkin. Bila gagal, penggantinya adalah Ganjar Pronowo. Kabarnya Ganjar yang dimaui oligarki, agar kemesraan tidak cepat berlalu. Pilihan berikutnya adalah Prabowo yang tidak diingini oleh oligarki sebab sangat nasionalis. Dan pilihan terakhir adalah Anies Baswedan yang belum lama ini didatangi anaknya Jkw. Pokoknya, siapapun kelak yang jadi Presiden, sudah menjadi sahabat Jkw dan pengikut fanatiknya. Supaya tidak ada balas dendam.
Ruwet, ruwet dan ruwet. Ruwet yang dibuat sendiri oleh Jokowi.
(M. Ridwan/berbagai sumber/FB/citizen journalism)