KONFRONTASI- Gerakan mahasiswa dan masyarakat sudah mendesak Jokowi mundur karena menaikkan harga BBM dan tak mampu pecahkan krisis ekonomi, serta hanya menyengsarakan rakyat/bangsa kita. Rezim Jokowi salah urus dan banyak korupsi/KKN.
Dalam kaitan ini, tokoh nasional DR Rizal Ramli (RR) meminta/menyarankan Jokowi ngaca diri, mawas diri dan mundur, karena terbukti naikkan harga BBM di saat rakyat sengsara dan tak mampu memecahkan masalah ekonomi-sosial bangsa ini.
‘’Mas Jokowi ngaca dong, Mas Jokowi mawas dirilah, situ itu nggak mampu, saya kan kenal dekat situ. Sudahlah, situ nggak mampu, sudahlah, wiw-wis, lebih baik mundur daripada membuat raklyat dan bangsa ini sengsara,’’ tandas RR, Menko Ekuin Presiden Gus Dur dan mantan demonstran ITB yang berkorban di masa mudanya sebagai aktivis mahasisws dan dipenjara Orba Pak Harto. RR adalah anggota keluarga besar Pondok Pesantren Pondok Gontor Ponorogodan Pesantren Tebu Ireng Jombang.
Menurut RR, dulu Pak Harto pun ketika mencoba bertahan pada reformasi 1998, toh akhirnya mawas diri dan memilih mundur setelah didesak Prof Nurcholish Madjid, cendekiawan Muslim yang menyebut Pak Harto wis wareg,wis tuwuk, sudah kenyang berkuasa. ‘’Jokowi harusnya mawas diri, ngaca diri,dan mundur saja karena nggak mampu sehingga bikin rakyat/bangsa ini sengsara,’’ tegas RR.
Menurut RR, pendukung Jokowi tak sekuat Pak Harto, cuma para buzzerRp yang tak akan bisa
mengatasi krisis keuangan ini, terpuruknya ekonomi ini.
Kritikan atas keputusan pemerintah Presiden Joko Widodo (Jokowi) menaikkan harga BBM terus datang dari mahasiswa, buruh, LSM dan civil society. Sebelumnya, Jokowi mengakui beratnya dana untuk subsidi sektor energi, bahkan jumlah subsidi energi yang besar itu disebutnya bisa membangun satu Ibu Kota Negara (IKN) baru.
Kemudian, Jokowi mengatakan
tidak ada negara yang kuat menanggung tingginya subsidi untuk sektor energi
yang mencapai Rp502 triliun. Tapi angka Rp503 trilyun itu dikecam para analis
dan ekonom sebagai lebay, keliru dan
menyesatkan, sebab angka subsidinya menurut Anthony Buadiwan PhD tidak segitu, jauh lebih kecil.