KONFRONTASI- Aktivis senior Gerakan 1998 Bennie Akbar Fatah menyampaikan kisahnya kepada pers bagaimana pengalamannya dirinya dan Dr Adnan Buyung Nasution ditahan/dipenjara dalam satu sel oleh Orde Baru . Bennie Fatah mendesak proses hukum tuntas sampai akar-akarnya atas kejahatan polisi Ferdy Sambo.
Bennie Akbar Fatah yang juga mantan anggota KPU 1999 dan mantan aktivis KAPPI 1966 selama lebih 2 tahun dipenjara Orde Baru 1974-1976. Pada 1996/1997/1998 Bennie Fatah bersama Bob R Randilawe, Herdi Sahrasad dan Eko Sahrasad dll membangun jaringan dan aksi untuk mengakhiri otoriterisme Orde Baru. Diam diam mereka menggalang rapat tertutup maupun terbuka dengan kaum aktivis waktu itu.
''Saya tahu betul betapa baik hubungan Bang Buyung Nasution dan Bang Bennie Fatah, bahkan pada 1998 kedua tokoh itu bersama kami terus bergerak mendukung gerakan mahasiswa dengan cara masing-masing,'' kata Eko S Dananjaya ( aktivis prodemokrasi dari Fisipol UMY) dan aktivis prodemokrasi Dr Herdi Sahrasad yang juga akademisi senior Universitas Paramadina.
Pengacara senior, Adnan Buyung Nasution telah berpulang ke pangkuan Illahi di usia 81 tahun.
Salah satu aktivis yang sangat mengenal sosok Bang Buyung adalah Bennie Akbar Fatah. Ketua Lembaga Klinik Hukum Merdeka ini mengenal Bang Buyung semasa keduanya menjadi aktivis.
"Kami berdua bersama aktivis lainnya terlibat dalam demo besar-besaran yang dikenal dalam peristiwa Malari," kata Bennie Akbar Fatah diwartakan RMOL, Rabu (23/9/2021) lalu.
Peristiwa Malari (Malapetaka Limabelas Januari) adalah peristiwa demonstrasi mahasiswa dan kerusuhan sosial yang terjadi pada 15 Januari 1974.
Peristiwa itu terjadi saat Perdana Menteri (PM) Jepang Tanaka Kakuei sedang berkunjung ke Jakarta (14-17 Januari1974). Mahasiswa merencanakan menyambut kedatangannya dengan berdemonstrasi di Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma. Karena dijaga ketat, rombongan mahasiswa tidak berhasil menerobos masuk pangkalan udara. Tanggal 17 Januari 1974 pukul 08.00, PM Jepang itu berangkat dari Istana tidak dengan mobil, tetapi diantar Presiden Soeharto dengan helikopter dari Bina Graha ke pangkalan udara.
Kedatangan Ketua Inter-Governmental Group on Indonesia (IGGI), Jan P. Pronk dijadikan momentum untuk demonstrasi antimodal asing. Klimaksnya, kedatangan PM Jepang, Januari 1974, disertai
Buntut dari aksi tersebut, Bang Buyung, Bennie Akbar Fatah dan aktivis lainnya ditangkap dan dijebloskan ke sejumlah penjara di Jakarta oleh Presiden Soeharto.
Bang Buyung dan Bennie ditahan di gang Buntu, Denlak, Kebayoran Lama. Dulu. Bennie menceritakan, penjara tersebut oleh Soeharto dijadikan tempat menahan para anggota PKI, dan dikenal sebagai penjara tersembunyi.
"Saya ditempatkan bersama dengan Bang Buyung dalam satu sel," kenang Bennie yang akrab disapa Eben ini.
Keduanya ditahan selama enam bulan sebelum dipindahkan oleh Soeharto. Selama sekamar berdua dengan Bang Buyung, banyak pelajaran yang didapat oleh Bennie.
"Aura yang saya rasakan selama enam bulan sekamar dengan Bang Buyung, dia sangat tidak suka dengan ketidakadilan, terutama dalam penegakan hukum. Sosoknya berani dan konsekuen dengan kata dan perbuatan," katanya lagi pada RMOL.
Aura yang dirasakan Bennie Akbar Fatah ternyata benar. Bang Buyung, setelah dibebaskan oleh penguasa Orba itu memilih menjadi penegak hukum yang berani dalam menegakkan keadilan sampai akhir hayatnya. Selamat jalan, Bang Buyung. (RMOL)
COMMENTS