RAGAM- Menarik menyimak sikap Ir Imbang
Djaja yang dengan ‘’gelisah/garang/gundah’’ menerima tantangan Mas Eros Djarot. Mas
Eros dalam podcast UNPACKING INDONESIA, menantang para akademisi/professor/pendidik
untuk turun gunung membenahi NKRI yang dipimpin oleh politisi/pemimpin-pemimpin
yang rapornya bernilai 4,5.
Mas Eros menganggap dengan kepemimpinan Jokowi yang rapornya rata rata 4,5 jangan harap kita akan mendapatkan produk yang bernilai 8, bisa dihasilkan oleh pemerintah atau parlemen atau pemimpin yang maksimum kemampuannya hanya rata-rata 4.5. Simak video ini.
Nama Imbang Djaja atau lengkapnya Ir Abdurrahman Imbang Djaja Chairul/ Presiden/ Pendiri RVI-IBC/ Presiden Komisaris ARGENTUM ADIL MAKMUR tidaklah populer dibanding Mas Eros. Mas Imbang diam-diam respek dan tertarik untuk diskusi/debat dengan Mas Eros karena budayawan ‘’Badai Pasti Berlalu’’ itu memiliki titik temu nasionalisme kerakyatan, pro-perikemanusiaan dan perikeadilan, menyadari pentingnya akhlak, akal sehat dan sains/teknologi. Hemat saya, keduanya relative marginal dalam kancah ekonomi-politik oligarkisme-neoliberalisme dewasa ini. Keduanya hendak bergerak memberdayakan kaum lemah, lapar, tertindas dan terlantar. Saya pun sama, sami'na wa atho'na. Kang Imbang bertanya kepada saya,’’Apakah saya mengenal Mas Eros?’’ Tentu, saya senyum aja. Mas Eros mungkin tahu bengalnya saya.Yah begitulah.
Setamat dari ITB, Mas Imbang
(66 tahun) yang juga sahabat Mas Ibong Sahruzah insinyur ITB itu, berkiprah di korporasi
ARCO Texas, AS beberapa tahun. Kalau Mas Eros studi/merantau di Eropa, Mas
Imbang di Amerika. Sebagai musisi/budayawan/politisi Mas Eros banyak gaul
dengan komunitas musisi,politikus/aktivis dan jurnalis, sedangkan Kang Imbang
lebih intensif dengan akademisi/professor dan profesional. Tapi kedua sosok itu
under the auspices ‘’sesepuh nasionalis’’ kita yakni Ir Suko Sudarso, Mantan Komandan Barisan
Soekarno. Ketika Imbang Djaja mengumpulkan para professor/akademisi guna
seminar dan tukar gagasan, saya diundang dan terlibat dialog di tengah
kefrustasian tsb. Birokratisasi, politik dan kuasa administrasi yang otoriter
dan involutif telah menghancurkan universitas/dunia akademis/perguruan tinggi
kita menjadi pabrik sarjana yang ''nyungsep'' dan tertinggal dari negeri tetangga.
Saya berharap ada pertemuan atau dialog dan debat terbuka Mas Eros dengan grup budayawan/aktivis/akademisinya, berdiskusi dengan Mas Imbang dengan grup profesornya/akademisinya. Dialektika mereka akan menjadi tesa-anti tesa dan sintesa yang bermanfaat bagi bangsa dan Negara karena kedua belah pihak bersikap komit dan perduli kepada NKRI kita. Para pendidik/professor/akademisi kini dicampakkan elite penguasa, diremehkan elite politik.
Saya lihat intelektual dan aktivis di kubu mas Eros mengalami marginalisasi, dicampakkan elite penguasa dan di sisi lain banyak akademisi/professor di kubu Imbang Djaja, ratusan jumlahnya, juga dimarginalisasi, namun diam-diam terus bergerak riset dan kajian demi maslahat dan kemajuan bangsa meski penuh keterbatasan, kendala dan pemasungan. Bagi saya, perremuan atau diskusi Mas Eros dan Mas Imbang adalah keniscayaan akal sehat.
Semoga diskusi dan debat sehat antara Mas Eros dan Mas Imbang terwujud dalam dialektika akal sehat demi kemajuan, keadilan dan maslahat bangsa.
(catatan kecil herdi sahrasad, peneliti senior dan pendidik)
COMMENTS