Konfrontasi - Keputusan Arifuddin, pria lajang Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan ini benar-benar jauh dari logika. Di usianya yang 25 tahun begitu mantap untuk mempersunting Rabo, seorang nenek yang kini berusia 58 tahun. Tidak hanya berjarak usia yang hampir 33 tahun, Arif begitu ikhlas menerima status Rabo yang merupakan janda dengan 11 anak.
Kisah asmara pasangan beda generasi itu bermula pada 2010, di Paris 3, Lahad Datu, Sabah, Malaysia. Arif -panggilan Arifuddin- menginjakkan kaki di tanah rantau. Dia datang bersama dua rekan dari Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan.
Selama berada di perkebunan kelapa sawit itu, Arif mengenal Rabo, janda beranak sebelas yang suaminya meninggal dunia lima tahun sebelumnya. Sejak saat itu, Arif mulai dekat. Namun, kedekatan mereka kala itu bersifat wajar saja, layaknya anak dan ibu. Belum ada perasaan cinta. Sebab, Arif merupakan pekerja baru di pabrik kelapa sawit negeri jiran itu.
Namun, hampir setiap hari Rabo-lah yang membersihkan pakaian kerja Arif yang kotor. Termasuk menyiapkan makanan buat Arif. Bahkan, ketika Arif sakit, perempuan kelahiran Bulukumba, Sulawesi Selatan (Sulsel), itulah yang merawat. Begitu juga sebaliknya. Sebab, seluruh anak Rabo telah berkeluarga dan menetap di daerah lain. Tapi, mereka masih berada di daratan Sabah, Malaysia.
Setelah merasa tidak nyaman lagi bekerja di negeri orang, pada 2011 keduanya memilih untuk kembali ke Indonesia. Pulau Nunukan, Kalimantan Utara, menjadi tujuan mereka, tepatnya di Kelurahan Mansapa, Kecamatan Nunukan Selatan. Untuk kembali ke kampung halaman, keduanya tak memiliki harta benda. Begitu juga jika menetap di Malaysia, mereka terbentur dokumen keimigrasian.
Lalu, pada September 2013 keduanya memutuskan untuk menikah. Namun, karena terkendala administrasi, mereka akhirnya memilih untuk menikah siri saja. Pernikahan tersebut berlangsung berkat bantuan keluarga Rabo. Untuk menghindari gunjingan, pernikahan digelar di sebuah masjid secara sederhana.