KONFRONTASI- Dalam diskusi publik memperingati 22 Tahun Indonesian Democracy Monitor (Indemo) dan 48 tahun Peristuwa Malari 1974 (demonstrasi Mahasiswa 15 Januari 1974) Sabtu (15/1/22), tokoh nasional Rizal Ramli (RR) mengajak masyarakat dan partisipan dalam forum itu untuk memperbaiki sistem dan kualitas demokrasi yang sudah dirusak ambang batas presiden atau presidential threshold 20% yang menjadi salah satu dasar munculnya demokrasi kriminal atau demokrasi cukong di Indonesia. ''Threshold itu harus dihapuskan menjadi Nol persen untuk memperbaiki sistem dan kualitas demokrasi dan mengatasi/mengakhiri kuasa oligarki,'' kata RR.
Menurut ekonom senior dan Menko Ekuin Presiden Gus Dur ini, threshold atau ambang batas itu selama ini dipakai oligarki untuk menjadi cukong atau bandar bagi capres yang bisa mereka atur. Parpol juga memanfaatkan threshold itu alat untuk memaksa calon kepala daerah, hingga calon presiden membayar upeti kepada partai politik.
''Jadi kita mesti benahi sistemnya," ujar Rizal ."Bagaimana memperbaikinya? Satu, tentu threshold nol persen. Karena itu threshold 20 persen harus dihapus jadi 0%, karena inilah sumber daripada basis demokrasi. 22 dari 34 gubernur masuk penjara. 120-an bupati/walikota masuk penjara. Itu kan bukan oknum. Itu sistem," tuturnya.
Menurutnya, tidak hanya sistem yang harus diperbaiki, namun perlu pencegahan agar korupsi dan suap tak menjalar. Harapannya agar demokrasi kriminal dapat berubah.
Laporan media menunjukkan, selama 10 tahun terakhir, sampai 2016 saja, ada 9 menteri masuk penjara, 19 gubernur, 200 bupati, 25 anggota DPR masuk penjara karena ditangkap KPK. Bahkan di era reformasi 2002 sampai 2021, ada sekitar 300 Bupati dari 420 masuk penjara. Setengah gubernur masuk penjara, belasan menteri dan banyak anggota DPR masuk penjara.
Dan seperti yang sudah RR sering ungkapkan, threshold itu jadi “alat pemerasan”, alat untuk memaksa calon-calon Bupati (Rp10-50M), Gubernur (Rp50-200M) dan Presiden (Rp1-1,5 Trilliun) membayar upeti kepada partai-partai. Inilah basis dari demokrasi kriminal.
RR juga meminta kita meninjau kembali dan mengubah pemilu yakni dimulai dengan pemilihan presiden dan kemudian baru pemilihan anggota DPR-RI.
Tokoh nasional ini lalu menceritakan pertemuan dan diskusinya dengan mantan Perdana Menteri Singapura Lee Kuan Yew. Ketika Lee datang untuk kali terakhir ke Indonesia dan mengundang Menko Perekonomian era Presiden Abdurrahman Wahid itu makan malam. Perdebatan dimulai saat Lee bertanya mengenai sistem politik di Indonesia.
“Saya dengan gagah jawab presidensial,” kata RR Lee seketika menyalahkan jawaban RR. Dia menyebut bahwa Indonesia menganut sistem parlementer. “Alasannya karena memilih DPR dulu baru presiden,” tutur Rizal . Menurut Lee, masih kata RR, jika presidensial yang dianut oleh Indonesia, maka sistem pemilu akan seperti yang terjadi di Perancis, yakni pemilihan presiden terlebih dahulu, baru kemudian pemilu bagi calon anggota parlemen
Karena itu, kata RR, harus kita ubah pemilu kita dengan memilih presiden (Pilpres) dulu, kemudian memilih anggota DPR (parlemen), bukan memilih anggota parlemen lebih dulu, kemudian baru memilih presiden.
Kembali ke soal threshold, cukong dan oligarki, Rizal menyebut para calon, baik presiden maupun kepala daerah yang tak memiliki cukup dana untuk membayar upeti kepada parpol yang akan mengusung pun melakukan berbagai cara, salah satunya memanfaatkan cukong dalam memenuhi kebutuhan selama Pemilu.