KONFRONTASI- Para analis dan pengamat melihat isu dagang kekuasaan di era Jokowi ini sudah nyata, masif dan tidak ada rasa malu. Namun Wali Kota Surakarta, Jawa Tengah, Gibran Rakabuming Raka menganggap suntikan dana puluhan miliar rupiah untuk bisnis es doger miliknya yang sempat dipertanyakan oleh sejumlah pihak merupakan hal wajar. "(Bisnis es doger) itu kan sudah lama. Kok baru gimana," katanya di Solo, Selasa. Direktur eksekutif Center for Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi menanggapi laporan kedua anak Presiden Joko Widodo atau Jokowi ke KPK karena terkait bisnis yang mereka jalani. Menurutnya, hanya pada zaman Soeharto dan Jokowi, anak-anak presiden berbisnis dan kerap memanfaatkan kekuasaan atau para ahli menyebutnya dagang kekuasaan. "Jarang sekali anak Presiden Indonesia itu berbisnis. Mungkin hanya terjadi pada era Soeharto, dan kini Jokowi" kata Uchok Sky Khadafi ,Sabtu (15/1/22)."Sekarang anak-anaknya (Jokowi) terang-terangan berbisnis, dan seperti nantang. Nih Bapak gue berkuasa. Gue punya bisnis. Mau apa lu?", jelas Ucok.
Berkenaan dengan laporan Ubedillah ke KPK, Uchok meyakini lembaga pimpinan Firli Bahuri itu akan memproses secara adil. "Saya yakin kok bahwa kasus ini akan disidik oleh KPK, sebab kekuasaan Jokowi sudah tua, sudah lama," ujarnya.
Dua anak Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming dan Kaesang Pangarep sudah dilaporkan dosen UNJ Ubedilah badrun ke KPK perihal dugaan korupsi dan tindak pidana pencucian uang lewat bisnisnya yang mempunyai relasi dengan perusahaan pembakar hutan. Perusahaan tersebut lewat afiliasinya menyetorkan dana seratusan miliar ke perusahaan anak Jokowi tersebut.
Kucuran dana itu dilakukan bertahap pada Februari 2019 dan November 2020. "Nilai investasi dengan jumlah yang sangat amat tidak wajar dikucurkan untuk usaha-usaha kuliner rintisan milik anak-anak Presiden. Bila ditotalkan nilai investasinya mencapai hampir Rp 100-an miliar," ucap Wakil Kamal, kuasa hukum Ubedilah Badrun selaku pelapor kasus ini ke KPK, Selasa 11 Januari 2022. November lalu, petinggi perusahaan itu juga diangkat menjadi duta besar. "Dugaan itu menkonfirmasi dugaan KKN," kata Kamal.(Tempo 12 Januari 2022).
Para analis melihat, meski dua anak Presiden Joko Widodo yakni Gibran Rakabuming dan Kaesang Pangarep dilaporkan oleh Dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedillah Badrun ke KPK atas kasus dugaan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), tetap saja sikap Gibran-Kaesang itu terkesan ‘’biasa saja’’, business as usual.
Padahal sekiranya Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pangarep belajar dari pelajaran pahit kasus Suwondo yang mengaku sebagai tukang pijat Gus Dur , dimana dia jadi tersangka korupsi dana Yayasan Dana Bina Sejahtera Karyawan Badan Urusan Logistik senilai Rp 35 milar (dikenal sebagai Bulog-gate), yang sangat merugikan dan menyulitkan Gus Dur, mungkin Gibran dan Kaesang tidak perlu berbisnis. Sebab seperti kata peneliti CSRC UIN Jakarta Muhamad Nabil MA dan pengamat politik Adhie Massardi yang juga mantan Jurubicara Presiden Gus Dur, secara moral-etik dan kepatutan, sebetulnya anak presiden atau keluarga presiden tidak boleh berbisnis. Tidak baik dan tidak eloklah secara moral etis kalau anak atau keluarga presiden berbisnis.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai suntikan duit untuk usaha anak presiden tidak wajar. Apalagi kondisi bisnis jasa makanan minuman secara umum mengalami penurunan cukup tajam sepanjang pandemi. Banyak bisnis yang tutup secara permanen, karena biaya operasional tidak mampu ditutup oleh pendapatan.
"Jadi aneh kalau ada bisnis kuliner disuntik pendanaan sangat besar, akan jadi tanda tanya apa dasar investor melakukan pembiayaan sangat besar," ujar Bhima Yudhistira, Selasa 11 Januari 2022.
‘’Akibatnya publik menyebut dugaan KKN Gibran-Kaesang itu sebagai ‘’Kaesang-gate’’, seperti halnya dulu muncul istilah Bulog-gate, Century-gate dst. Masyarakat sangat benci perbuatan KKN yang di era Jokowi tetap merajalela,’’ demikian kata pengamat politik dan aktivis anti-korupsi Muslim Arbi.
‘’Dugaan KKN Gibran-Kaesang itu disebut sebagai ''Kaesang-gate'', seperti halnya dulu muncul istilah Bulog-gate (skandal Bulog oleh Sapuan dan Suwondo) , Century-gate (skandal Bank Century) dst, meski sejak awal kasus-kasus itu tidak sama, namun bau sangit dugaan KKN . Jangan lupa bahwa di era reformasi, masyarakat sangat benci korupsi-kolusi-nepotisme yang di era Jokowi tetap merajalela,’’ kata aktivis anti-korupsi Muslim Arbi yang juga Ketua Gerakan Perubahan dan mantan aktivis HMI -ITB.
‘"Ungkapan istilah ''Kaesang gate'” ini muncul dari masyarakat, jurnalis dan aktivis sebagai suatu keprihatinan dan kekecewaan, dan memang isu ini mengejutkan publik karena membuka tabir keterlibatan para konglomerat yang tersangkut dalam dugaan KKN itu. Masyarakat jadi ingat kembali Century-gate era Presiden SBY, Bulog-gate Suwondo yang merugikan/menyudutkan Presiden Gus Dur dan kini ''Kaesang-gate'' yang menodai era Jokowi. Jelas ada peran Oligarki -konglomerasi yang dicurigai sangat kental dengan dugaan KKN Gibran-Kaesang yang disebut oleh masyarakat sebagai isu ''Kaesang-gate'' ini,’’ kata Muslim Arbi, aktivis senior dan pengamat sosial-politik .
Menurutnya, kontrol media sosial, masyarakat dan mahasiswa tidak akan berhenti atas dugaan KKN Kaesang alias ''Kaesang-gate'' yang dilaporkan Ubedilah ke KPK ini meski mereka mungkin diserang ratusan buzzerRp sekalipun. Pertanyaannya adalah di tengah kontroversi isu tiga periode masa jabatan, apakah Kaesang-gate ini merupakan senjakala kekuasaan Jokowi? ''Saya melihatnya begitu,'' kata Arbi. Di tengah kontroversi penambahan kekuasaan Jokowi tiga periode, isu ‘’Kaesang-gate’’ makin meruak di ruang publik setelah Dosen UNJ Ubedilah Badrun melaporkan dugaan KKN Gibran dan Kaesang ke KPK,yang menjadi batu ujian bagi penegakan hukum di Indonesia.
Maukah KPK menuntaskannya? ''Masyarakat mungkin pesimis meski masyarakat antusias mendorong KPK memprosesnya tuntas, ini soal dagang kekuasaan dan dugaan KKN, ya semoga dituntaskan KPK,'' kata peneliti CSRC UIN Jakarta Muhamad Nabil MA
(laporan rep/berbagai sumber)